SEJARAH
SINGKAT BERDIRINYA
SMP FRATER PADANG
|
|
|
Secara letterlijk
( harfiah ) kata "Frater" ( bahasa Latin Frater yang
ada hubungannya dengan Brother dalam bahasa Inggris, atau Broeder
dalam bahasa Belanda) berarti "Saudara". Secara khusus
"Frater" adalah suatu bentuk/cara hidup bersama dengan
semangat persaudaraan sebagai biarawan (seperti halnya Suster)
yang ingin mengabdi kepada Tuhan dengan cara khusus. Mereka
mempersembahkan hidup mereka hanya untuk Tuhan dan bergabung
dalam suatu Konggregasi yang bernama Konggregasi Frater yang
berlindung kepada Maria Bunda yang Berbelas kasih yang didirikan
oleh Mgr. Zwijsen. Nama aslinya : "Congregatie van de Fraters
van Onze Lieve Vrouw, Moeder van Barmhartigheid". Pusatnya
di Tilburg (negeri Belanda). (Catatan: Mgr. Zwijsen adalah seorang
Uskup yang juga mendirikan Konggregasi Suster-Suster Belas Kasihan,
yang sekarang bertugas antara lain di Padang ini yaitu di biara
St. Leo Jln. Gereja No. 24; jadi sekolah-sekolah Frater dan
sekolah Suster adalah bersaudara karena diasuh oleh saudara
sekandung yaitu para Frater dan para Suster itu yang berasal
dari "Bapak" yang sama). Sebagaimana biarawan/biarawati
lainnya, mereka mengucapkan tiga kaul: kemiskinan, ketaatan,
dan kemurnian (tidak kawin). Mereka tinggal bersama di biara,
dan dalam semangat cinta kasih, bersama-sama menyelenggarakan
kebutuhan hidup sehari-hari. Tujuannya agar bisa saling tolong
- menolong dalam hidup ini dan bersama-sama menyelenggarakan
suatu karya pelayanan sebagai pengabdian kepada Tuhan. |
|
"
Pre Natal" |
Tahun
1923: Indonesia masih berada dalam zaman penjajahan Belanda.
Karena itu sejak dulu Pemerintah Belanda menamakan Indonesia
dengan "Nederlands Indie". Tanggat 24 April tahun
itu 5 orang Frater dari Tilburg itu, yakni Fr. Paulus Jacobs,
Fr. Severinus Aarts, Fr. Hermenigildus Fromm, Fr. Theodatus
van Oers dan Fr. Claudius Kok dengan diantar oleh Frater Superior
(Pemimpin) mereka, berangkat meninggalkan tanah kelahiran mereka
dengan tujuan Padang. |
|
|
Dalam
perjalanan itu mereka singgah di negeri Perancis untuk berziarah
ke Lourdes, memohon perto¬longan Bunda Maria. Singkat kata
mereka tiba di Padang tgl. 21 Mei 1923. Tanggal 1 Juli tahun
itu juga mereka membuka Europese School (sekolah dasar khusus
untuk anak-anak Eropa) dan memperluas HCS (Hollands Chinese
School) yakni sekolah dasar untuk anak-anak Tionghoa. Karena
mutunya yang bagus maka kedua sekolah itupun segera mendapat
hak Subsidi dari Pemerintah waktu itu: Europese School pada
bulan Desember 1923 dan HCS pada 1 Juli 1924. Nama kedua sekolah
ini perlu disebut di sini karena kedua sekolah inilah yang akan
menyumbangkan murid-muridnya untuk sekolah menengah yang akan
segera didirikan juga. Pembangunan gedung untuk sekolah menengah
itu masih sedang berjalan, ketika Frater M. Nicander (alias
Johannes Franciscus Josephus de Brouwer) datang di Padang pada
bulan Nopember 1927. |
|
"
Lahir dan Masa Mudanya " |
Frater
Nicander de Brouwer
Kepala Sekolah Pertama
1928 - 1931
|
Sekolah
menengah itu sendiri dibuka pada tanggal 1 Juli 1928 dan Frater
M. Nicander menjabat sebagai Kepala Sekolah yang pertama. Nama
sekolah itu adalah FRATERS MULO (MULO adalah singkatan dari
Meer Uitgebreid Lager Onderwijs yang berarti Pendidikan Dasar
yang lebih diperluas). Semua gurunya adalah Frater-Frater dari
Belanda ini termasuk Fr. Rufinus Chambon (yang sudah datang
pada tgl. 28
Agustus 1924 tetapi sebelumnya mengajar dulu di sekolah dasar
untuk anak-anak Eropa) dan Fr. Silvester van Casteren yang tiba
di Padang pada bulan Juni 1929. Tahun 1930 Fr. Servaas De Beer
pun datang menyusul. Memang nama-nama para Frater yang disebut-sebut
di sini hanyalah yang ada kaitannya dengan sekolah menengah.
Sebenarnya masih ada banyak nama Frater-Frater yang lain: ada
yang mengajar di Europese School dan ada pula yang mengajar
di Hollands Chinese School. Tanggal 22 Mei 1931 Fraters MULO
yang baru berusia 3 tahun itu ditimpa duka: Kepala Sekolahnya
yakni Fr. M. Nicander de Brouwer meninggal karena tenggelam
waktu berenang. Sebagai penggantinya ditunjuklah Fr. Silvester
van Casteren untuk menjadi Kepala Sekolah yang baru.
|
Fr. Silvester
Van Casteren
Kepala Sekolah Ke- 2
1931 - 1942
|
Tenaga
pengajar yang berkurang di MULO itu mendapat pengganti 1 orang
awam biasa (bukan Frater) yakni tuan H. Chapel. Para Frater
muda itu ternyata penuh semangat dan idealisme. Mereka melihat
suatu kesulitan yang dialami oleh murid-murid baik sekolah dasar
maupun sekolah menengah waktu itu: tempat tinggal mereka umumnya
jauh dari sekolah sehingga timbullah ide untuk menyelenggarakan
suatu pengangkutan (bus sekolah) dan ide itu menjadi kenyataan
pada tahun 1928 itu juga yang melayani kurang lebih 250 orang
murid, termasuk pelajar-pelajar Fraters MULO. Perjalanan pendidikan
berjalan lancar dan mulus pada tahun - tahun pertama kehadiran
para Frater itu di bumi Padang tercinta ini. Bahkan mereka sempat
mendirikan organisasi untuk orang-orang muda yaitu KJB (Katholieke
Jongens Bond) dan CKB ( Chinese Katholieke Bond ) sebagai wahana
pendidikan luar sekolah, mendirikan Katholieke Padvinders (Pandu
Katolik ), memberikan kursus-kursus mengetik, mengembangkan
Koor dan mendirikan Orkes Simphonie di Fraters Mulo, menggiatkan
Olahraga dsb. Pokoknya masa itu merupakan masa kejayaan bagi
karya para Frater itu.
|
|
"Bayang-Bayang
Gelap" |
Perang
adalah sesuatu yang sangat ditakuti oleh semua orang: Dia menghancurkan
segala yang dibangun dengan susah payah. Jerih payah selama
bertahun-tahun bisa lenyap dalam seketika. Bayang¬-bayang
itu mulai menyelinap dalam angan-angan para Frater itu, karena
di Eropa udara perang sudah mulai terasa sejak tahun 1939. Jerman
bahkan sudah menduduki Belanda dalam bulan Mei tahun 1940. Demikianlah
tanggal 31 Desember 1941 Jepang membombardir Pearl Harbour,
maka sejak itu resmilah Perang Dunia II dimulai. Dalam sekejap
saja gaung perang yang kejam itu telah meluas ke Seantero penjuru
dunia. Jepang yang sangat ambisius untuk menguasai seluruh Asia
Timur segera melalap negara tetangga-tetangganya. Satu persatu
dicaplok, kekayaannya dirampas, penduduknya diperas, barang
siapa berani melawan akan habis ditebas ! |
|
"Badai
Perang" |
Keganasan
perang yang dikhawatirkan pun segera menjadi kenyataan. Padang
tak terkecuali. Tanggal 17 Maret 1942 laskar pertama (Jepang)
memasuki kota itu. Tanggal 7 April 1942 semua orang bangsa Europa
diinternir. Lelaki di penjarakan, wanita dan anak-anak ditahan
di sekolah-sekolah Misi. Dengan sendirinya semua kegiatan sekolah
terhenti, dengan kata lain sekolah ditutup. Masa depan sekolah¬-sekolah
Frater menjadi lebih gelap lagi setelah pada tanggal 17 Oktober
1943 semua tahanan dipindahkan ke Bangkinang (265 km dari Padang).
Tanda tanya besar yang sempat menyelinap dalam benak para siswa
sekolah asuhan para Frater itu : Akankah mereka kembali ? Berapa
lama kami harus menunggu ? Dua orang Frater dan seorang Pastor
bahkan meninggal di kamp Bangkinang itu (yaitu Frater Claudius
Kok pada tanggal 3 Januari 1945 karena sakit paru-paru, dan
Frater Hermenigildus Fromm pada tanggal 22 April 1945 karena
sakit TBC menyusul rekannya senasib yaitu Pastor Pijnenburg).
Bukan hanya itu : pada bulan April 1945 dalam kurun waktu 30
hari saja telah jatuh 60 korban lagi. Seakan-akan tamatlah riwayat
sekolah-sekolah Frater yang mereka rintis dengan susah payah
itu. Namun, jika benih yang para Frater tanamkan itu adalah
benih kebaikan, (apalagi ditambah dengan telah gugurnya beberapa
orang Frater sebagai syuhada) maka yang tumbuh adalah buah kebaikan
juga. Maka (tentu juga berkat doa para Frater itu), pada tanggal
22 Juni 1945 ada berita gembira dari Residen, bahwa perang telah
berakhir dan Jepang menyerah ! Walaupun kebebasan penuh baru
mereka reguk sebulan kemudian waktu mereka meninggalkan Bangkinang
kembali ke Padang pada tanggal 23 September 1945. Jumlah anggota
rombongan pertama ada 25 orang termasuk wanita dan anak-anak.
Termasuk di dalamnya: Fr. Paulus, Fr. Silvester, Fr. Anycetus,
Fr. Avitus, Fr. Sevaas dan Fr. Ernestus. Tetapi mereka belum
bisa menempati rumah Frater yang mereka tinggalkan, karena masih
diduduki tentara Jepang. Buat sementara mereka ditempatkan di
rumah sekitar rumah sakit militer, dan bertugas sebagai perawat
korban perang. Ke-6 Frater lainnya menyusul datang pada bulan
September yaitu: Fr. Angelo, Fr. Liberatus, Fr. Severinus, Fr.
Domitianus, Fr. Monulf dan Fr. Gonzaga. Para Frater yang baru
datang ini menemukan biara mereka dalam keadaan yang menyedihkan
dan tak dapat dipakai sama sekali. Sebenarnya para Frater telah
siap untuk memulai lagi karya pendidikan mereka tetapi terpaksa
dibatalkan lagi karena dilarang oleh komando militer Inggris.
Maka para Frater pun meninggalkan Padang untuk menjalani cuti
pemulihan kesehatan. Antara Mei 1946 sampai Nopember 1947 tak
ada seorang Frater pun di Padang. |
|
"Kelahiran
yang Kedua" |
Fr.
M. Servaas de Beer
Kepala Sekolah ke- 3
1948 - 1949
Fr.
M. Erich Versantvoort
Kepala Sekolah Ke- 4
1949 - 1976 |
Baru
pada Akhir Nopember 1947 kembalilah: Fr. Servaas, Fr. Ernestus,
Fr. Sylvester, dan Fr. Angelo. Segera mereka buka 5 kelas sekolah
peralihan yang disebut Herstel school, yaitu sekolah dengan
kenaikan kelas sekali setengah tahun, sedang kelas I sekolah
biasa. Bahasa pengantar masih Bahasa Belanda.
Dalam beberapa bulan saja sekolah tersebut berkembang menjadi
9 kelas. Tenaga gurunya 4 orang Frater ditambah 4 wanita yang
sudah berkeluarga dan Meneer Hein Lim Keng Soei. Awal tahun
pelajaran 1948 sekolah dasar memakai bahasa Indonesia dan sekolah
menengah dimulai kembali dengan 1 (satu) kelas dibawah pimpinan
Fr. Servaas.
Mulai saat itu nama sekolah diubah dari Fraters MULO menjadi
SMP Frater. Fr. Ranulfo datang pada bulan Nopember 1948 dan
Fr. Erich pada bulan Agustus 1949. Sebagian ruang kelas waktu
itu masih diduduki oleh tentara Belanda. Tenaga Frater yang
ada pada saat itu tidak cukup untuk menghadapi perkembangan
di masa depan. Maka datanglah lagi tenaga tambahan baru yaitu
: Fr. M. Gonzaga, Fr.M. Reinoldus dan Fr. M. Nicander. Tahun
1954 Fr. Servaas mendirikan SMA Don Bosco yang langsung beliau
pimpin.
|
Tahun
1951 ada pergeseran penting di bidang pelayanan pastoral Gereja
di Keuskupan Padang yaitu dengan datangnya para imam Xaverian
mengantikan imam-imam Kapusin yang pindah ke Sumatera Utara.
Beberapa di antara mereka yang pernah mengajar di SMP Frater
adalah Pastor G. Cocconcelli SX dan Pastor Michelle Galli SX. |
|
"Menatap
Masa Depan" |
Konggregasi
Frater menyadari, bahwa mereka pun mesti mempersiapkan tenaga-tenaga
baru untuk melanjutkan karya yang sudah dimulai ini. Maka pendidikan
calon Frater pun diusahakan. Pada tahun 60-an usaha ini telah
mulai membuahkan hasil. Yang pertama-tama datang di Padang adalah
Fr. Fransiskus Simbolon pada tahun 1961, kemudian Fr. Martinus
Waoma I. pada tahun 1964, selanjutnya Fr. Gerardus Hutapea pada
tahun 1964 serta Fr. Gerardus Manurung pada tahun 1966; tetapi
tak seorangpun dari keempat Frater itu yang ditempatkan di SMP
Frater.
Sementara itu di Europa terjadi semacam perubahan drastis yang
tidak menguntungkan di bidang mentalitas/ keagamaan. Hal ini
tentu saja membawa dampak buruk bagi perkembangan panggilan,
sehingga Frater-Frater yang pindah atau meninggal tak dapat
diganti: tahun 1953 Fr. Gonzaga meninggal; tahun 1958 Fr. Ranulfo
pindah ke Medan; tahun 1960 Fr. Avitus pindah ke Balige; tahun
1962 Fr. Angelo meninggal; tahun 1963 Fr. M. Reinoldus berangkat
(kembali) ke Belanda. Walaupun tenaga Frater ditambah lagi tahun
1971 dengan 2 orang tenaga baru yaitu Fr. Johan van Roosmalen
untuk SMA Don Bosco dan Fr. Andre de Veer untuk SMP Frater,
namun kejayaan masa lalu di mana "Fraterhuis" pernah
dihuni oleh 25 orang Frater sulit diharapkan untuk terulang
kembali. Kemungkinan ini telah diantisipasi oleh para Frater,
sehingga sejak lama Frater telah mulai mengambil tenaga-tenaga
awam untuk berkarya bersama Frater-Frater ini dalam rangka kaderisasi
dan persiapan penyerahan tongkat estafet.
Untuk menjaga agar sekolah-sekolah jangan sampai jalan sendiri-sendiri
tanpa koordinasi, Keuskupan Padang mengambil langkah penting
yaitu mendirikan suatu yayasan pendidikan Katolik yang akan
bertanggung jawab mengkoordinasikan seluruh gerak dan usaha
pendidikan di Keuskupan Padang ini, yaitu Yayasan Prayoga. Hal
itu terjadi pada tahun 1962. Dengan hadirnya Yayasan ini maka
"nasib" sekolah-sekolah yang ada menjadi lebih terjamin.
Bahkan Yayasan ini berhasil mendirikan beberapa Sekolah baru.
|
|
"Berita
Buruk" |
Pada
saat "berita buruk" datang pada tahun 1976 tenaga
Frater yang tinggal adalah 5 orang : Fr. Servaas de Beer, Fr.
Nicander de Kok, Fr. Erich Versantvoort, Fr. Johan van Roosmalen
dan Fr. Andre de Veer. "Berita Buruk" yang dimaksudkan
ini ialah datangnya suatu keputusan dari Pimpinan Pusat Konggregasi
Frater bahwa berhubung dengan sangat terbatasnya tenaga Frater,
maka beberapa pelayanan-¬pelayanan terpaksa harus ditinggalkan
l diserahkan, termasuk karya pendidikan di Padang. Maka sungguh
pun dengan berat hati, para Frater yang sudah mengikatkan diri
pada kaul ketaatan itu mau tidak mau harus mematuhi keputusan
itu. Frater-Frater terakhir yang meninggalkan kota Padang pada
akhir tahun 1976 adalah lima orang Frater tersebut. Sejak itu
tak ada seorang pun Frater yang bertugas di Padang, dengan kata
lain seluruh personil sekolah yang melaksanakan karya pendidikan
di sekolah-sekolah Frater adalah orang awam biasa. |
|
"Era
Baru" |
Bp. Antonius Sudjana
Kepala Sekolah ke-5 & 8
1977-1987
1994
- 1996
Bp. Faoziduhu Mendrova
Kepala Sekolah ke-6
1978-1987
|
Maka masa
sesudah 1976 adalah merupakan era baru bagi sekolah - sekolah
Katolik di Padang khususnya sekolah-sekolah yang selama ini
dipimpin oleh para Frater. Pimpinan SMP Frater diserahkan dari
tangan Frater Erich kepada Bp. Antonius Sudjana pada bulan Desember
1976. Dialah awam pertama yang menjadi Kepala SMP Frater.
Menjadi tugas Yayasan beserta para penerus Frater itulah untuk
meneruskan dan mengembangkan sekolah, dengan tidak meninggalkan
ciri-ciri khusus yang dituntut dari sekolah Katolik, sebagaimana
telah ditunjukkan oleh para Frater, pendahulu mereka: kejujuran,
suka kerja keras, memandang sesama sebagai saudara. Ini merupakan
pekerjaan yang tidak mudah, mengingat guru-guru maupun pimpinan
sekolah adalah tenaga-tenaga awam non-biarawan yang relatif
lebih membutuhkan bimbingan dari Yayasan dibandingkan tenaga-tenaga
dari kalangan Frater yang adalah biarawan-biarawan dengan keunggulan-keunggulannya
baik dipandang dari segi integritas, moral maupun mental spiritual
dan sosial psikologis. Pertukaran pimpinan dari biarawan kepada
non-biarawan membawa perubahan suasana yang cukup terasa.
Ada semacam nilai plus pada zaman Frater yang sekarang tidak
begitu nampak lagi. Kaderisasi calon pimpinan belum mendapat
porsi yang cukup pada saat pergantian pimpinan harus terjadi.
Sebagai penyesuaian dengan peraturan Pemerintah yang berlaku
pada saat itu, maka pada tahun 1978 Pengurus Yayasan mengangkat
Bp. F. Mendrova menjadi Kepala Sekolah Extern, sedang Bp. A.
Sudjana menjadi Kepala Sekolah Intern. |
Jadi
SMP Frater saat itu dipimpin oleh dua orang Kepala Sekolah.
Duet jabatan Pimpinan Sekolah ini berlangsung sampai akhir Desember
1987. Selanjutnya mulai 1-1-1988 s/d 31-7-1994 sekolah ini dipimpin
oleh Bp. H. Walidi. Bp. A. Sudjana kembali lagi memimpin SMP
Frater dari 1-8-1994 s/d 31-7-1996. |
|
"Perkembangan
Era Pasca Frater” |
Bp. Heriberfus Walidi
Kapala Sekolah ke-7
1988-1994
Bp. Drs. B. Suhardjono
Kepala Sekolah ke-9
1996 – 1998
|
Bersamaan
dengan berangkatnya para Frater itu, terjadi pula perkembangan
baru yaitu berupa kian menyusutnya subsidi Pemerintah, baik
di segi tenaga maupun dana, yang bukan tak mungkin pada suatu
ketika akan hilang sama sekali. Sementara itu harus diakui bahwa
sekolah-sekolah Negeri maju dengan sangat pesatnya baik di bidang
sarana, kualitas tenaga pendidik maupun siswa-siswinya, manajemennya,
dan lain-lainnya, yang didukung dengan dana yang semakin besar;
sehingga merupakan suatu alternatif pilihan yang semakin kuat
bagi tamatan-tamatan sekolah dasar. Sekarang ini dirasakan bahwa
baik kuantitas maupun kualitas masukan calon-calon siswa berangsur
turun karena tamatan SD pun mengalami masalah yang sama secara
drastis. Kalau dulu sekolah ini terpaksa menolak calon murid
karena lokal penuh, maka sekarang yang diterima hanya pas, sehingga
tak perlu ada seleksi. Padahal masyarakat tetap menuntut sekolah
ini menghasilkan kualitas lulusan yang prima seperti dulu-dulu.
Maka solusinya ialah dari para guru dituntut kerja keras, keuletan
dan kreatifitas yang lebih dari sebelumnya. |
Bp. Drs. B. Suhardjono
Kepala Sekolah ke-10
1998– 2000
|
|
"Udara
Baru" |
Ibu Mariana Alwie
Kepala Sekolah ke-11& 12
2000 - 2008
Ibu Yuliana
Kepala Sekolah ke-13
2008 - 2012 |
Setelah
terjadi pertukaran tenaga-tenaga baru untuk melanjutkan karya
yang sudah dimulai ini. Dari tahun ke tahun SMP Frater terus
memperbaiki baik dari sarana dan prasananya serta sumber daya
manusia yang berkualitas, yang diharapkan dapat meningkatkan
kualitas lulusan guna menunjang masa depan siswa - siswi ke
hari yang lebih cerah ! |